Women in Action

Prof Dr Emy Susanti ”Tugas Berat Kita Setelah Nikahsirri.com ditutup”

Puanpertiwi.com- Ketua Asosiasi Pusat Studi Wanita (PSW) Nasional Prof Dr Emy Susanti dra MA mengecam keras lelang keperawanan yang dilontarkan situs Nikahsirri.com. Meski protesnya membuahkan hasil, situs menghebohkan itu ditutup,tetapi Emy mengaku punya tugas berat. Utamanya menyeimbangkan antara pesatnya kemajuan dunia teknologi informatika dengan perlakuan antara laki-laki dan perempuan.

Menurut’ guru besar bidang sosiologi gender FISIP Universitas Airlangga (Unair) Surabaya itu, penangkapan dan penutupan situs Nikahsirri.com penting. Lebih dari itu, ke depan sebagai akademisi harus memikirkan bagaiman kelanjutan perilaku masyarakat dalam memperlakukan perempuan.

Pada Puanpertiwi Emy menyampaikan, perlakuan terhadap perempuan tidak seimbang. Perempuan hanya dijadikan obyek seksual oleh kaum laki-laki. Tidak dilihat secara utuh. Bagaimana isi otaknya, cara berpikirnya , cara pandangnya dan lain-lain sebagainya. Ketidakseimbangan itu membuat perempuan dipandang sebagai komoditas saja. Itulah yang menyebabkan adanya pelecehan seksual, traffiking hingga jual beli perempuan dan lain sejenisnya.

Cara pandang konvensional dari laki-laki inilah yang harus diubah. Sebagai akademisi, pihaknya akan mengajak seluruh organisasi, komunitas dan perkumpulan perempuan tidak dipandang sebelah mata. Melainkan diletakkan pada ruang yang tepat dan ditempat yang tepat.

Diakui, teknologi demikian cepatnya. Kecepatan itu tidak diimbangi oleh perilaku konvensional masyarakat dalam melihat sosok perempuan. ”Ini tidak boleh dibiarkan. Teknologinya sangat cepat tetapi perilaku masih konvensional, ya ini jadinya. Ada situsnikahsirri.com yang menghebohkan,” tambah ketua PSW Unair.

Emy mengaku, belum meneliti sejauh mana reaksi dari adanya situs yang pemiliknya sudah ditangkap itu. Siapa saja yang merespons, berapa yang sudah merespon,s siapa saja, kategori usia hingga latar belakang. Sebab melalui IT, pemikiran konvensional di share melalui medsos hingga dampaknya cukup menghebohkan. ”Kalau dulu pemikiran konvensional dimiliki sendiri secara individu, jadi tidak ada yang protes,” tambahnya.

Sekarang secara terbuka. Sikap patrialis laki-laki yang dominan dan perempuan sekunder bisa dinikmati bersama-sama. ”Ini yang harus dihentikan,” tambah akademisi yang dikukuhkan sebagai guru besar Unair juli 2017 lalu. (ita)

Leave a Response