Culture

Mantan Presiden Korea Selatan Dihukum Penjara 24 Tahun! Ini Alasannya!

Puanpertiwi.com – Pengadilan Korea Selatan menyatakan mantan presiden Korea Selatan, Park Geun-hye, bersalah karena menyalahgunakan kekuasaan. Akibat penyuapan dan pemaksaan yang dilakukannya, ia .dijatuhi hukuman 24 tahun penjara.

“Presiden telah melakukan penyalahgunaan kekuasaan, yang diberikan oleh warga negaranya,” tegas hakim, Jumat, 6 Maret 2018 seperti cnn.com.

Park, 66 tahun, dinyatakan bersalah atas 16 tuntutan dari total 18 tuntutan yang dihadapinya. Selain hukuman penjara, Park juga harus membayar denda sebesar US$.17 juta atau sekitar Rp.2,4 miliar.

Park dan pengacaranya menolak untuk hadir setelah pengadilan memutuskan untuk menyiarkan secara langsung sidang putusan terhadap Park. Hal ini merupakan yang pertama kalinya terjadi di Korea Selatan setelah undang-undang diloloskan pada tahun lalu sehingga memungkinkan siaran langsung ini dilakukan. Tim pengacara Park diperkirakan akan mengajukan banding atas putusan hakim terhadap kliennya tersebut.

Di luar gedung pengadilan, ratusan pendukung Park berkumpul untuk menyaksikan penbacaan tuntutan terhadap Park melalui sebuah layar raksasa. Mereka melambai-lambaikan bendera Korea Selatan dan menyerukan agar mantan presiden Korea Selatan itu.

dibebaskan dari penjara.

Park Geun-hye merupakan presiden perempuan pertama Korea Selatan dan sekaligus presiden pertama Korea Selatan yang dipecat saat menjalankan tugas. Park dijerat skandal suap saat menjalani empat tahun dari lima tahun periode pemerintahannya.

Park yang berstatus lajang ini merupakan presiden ke 18 sejak Korea Selatan terbentuk sebagai negara Republik Korea. Ia memenangkan suara mayoritas dalam pemilihan presiden pada Desember tahun 2012.

Kemenangan Park didukung partai konservatif, Saenury. Pada awal pemerintahan, Park dipandang sebagai ikon oleh para pendukungnya karena mereka terkenang pada ayahnya, mantan presiden Park Chung-hee, yang berprinsip keras dan dipuja sebagai pemimpin yang mempercepat industrialisasi di Korea Selatan.

Kehidupan sebagai presiden Korea Selatan bukan pengalaman baru bagi wanita lulusan sarjana teknik dari Universitas Sogang di Seoul. Sejak usia 11 tahun ia pindah ke Istana Biru atau Chong Wa Dae mengikuti ayahnya yang terpilih sebagai presiden. Upaya pembunuhan ayahnya tahun 1974 justru menewaskan ibunya.

Setelah kematian ibunya, Park yang saat itu berusia 22 tahun menjadi ibu negara Korea Selatan. Lima tahun kemudian, ayahnya terbunuh. Park kemudian meninggalkan Istana Biru setelah kematian ayahnya.

Setelah 18 tahun vakum, Park kembali ke dunia politik dengan bergabung ke Partai Nasional Besar, penerus partai berkuasa Partai Pembebasan Korea. Park terpilih sebagai anggota parlemen setahun kemudian. Di partai Nas

Park kembali maju dalam pemilihan presiden Korea Selatan tahun 2012 dengan disokong partai Nasional Besar. Ia membawa isu pemberantasan korupsi dan nepotisme. Park, mengutip Global Times.cn, membangun citra dirinya bersih dari korupsi dan nepotisme. Lagipula ia diuntungkan dengan situasi dirinya yang lajang dan tanpa keluarga yang perlu diasuhnya. Park juga mengusung isu rekonsiliasi nasional dengan Korea Utg kuat bagi Korea Utara.

Kampanye Park soal pemberantasan korupsi tampaknya yang paling menarik dukungan besar dari para pemilih, sehingga ia memenangkan pemilihan presiden dengan meraih kemenangan besar pada Desember 2012.

Empat tahun menjalankan pemerintahan, Park diguncang badai dengan terungkapnya skandal suap yang didalangi sahabat sekaligus guru spiritualnya, Choi Soon-sil pada Oktober tahun 2016. Choi merupakan anak dari guru spiritual Park Chun-hee. Choi dan Park sudah berteman sejak kecil. Skandal suap Korea Selatan ini belakangan menyeret nama-nama besar di antaranya bos Samsung Grup yang diduga menyuap Park lewat Choi. Untuk pertama kali dalam sejarah Samsung selama 79 tahun, petinggi perusahaan itu ditahan sebagai tersangka suap. Choi ditangkap dan ditahan atas tuduhan perancang suap. Kelompok oposisi di parlemen mendorong proses pemakzulan terhadap Park dan membuahkan hasil pada tanggal 9 Desember 2016. Dan, Mahkamah Konstitusi mengesahkan tuntutan pemecatan itu.

 

Reporter : Bintang

 

 

Leave a Response